PERSMA, 7 Oktober 2024 - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Borneo Tarakan (BEM UBT) sedang menghadapi krisis internal yang serius. Dilansir dari Instagram BEM UBT (@bem.ubt) pada SURAT KEPUTUSAN KETUA BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN NOMOR: 134/X-1/BEM-UBT/SK/IX/2024 tentang PEMBERHENTIAN STATUS KEPENGURUSAN SEBAGAI KEPALA DEPARTEMEN DAN ANGGOTA TETAP menimbulkan berbagai respon dari civitas akademika.
Berbagai alasan mendasari keputusan para pengurus untuk mundur. Muammar, Ketua BEM UBT, menjelaskan bahwa sebagian besar pengunduran diri disebabkan oleh alasan pribadi, seperti kesibukan kuliah dan ketidaksesuaian visi. Namun, ada juga beberapa kasus pelanggaran kode etik yang menjadi penyebab pemberhentian pengurus.
“Sebenarnya ada beberapa pengurus yang mengirimkan surat pengunduran diri dengan berbagai alasan, mulai dari kesibukan kuliah, kesibukan di luar, dan ada yang merasa tidak sevisi dengan BEM UBT. Kemudian ada juga yang kami keluarkan karena melanggar kode etik,” ujar Muammar.
Proses pengambilan keputusan pemberhentian, lanjut Muammar, dilakukan secara hati-hati. Berawal dari masuknya surat pengunduran diri pada awal September, beberapa upaya komunikasi telah dicoba. Mulai dari melakukan komunikasi intensif dengan kepala departemen masing-masing untuk menanyakan alasan dan kendala di balik pengunduran diri para staff hingga upaya untuk mempertahankan pengurus yang ingin keluar. Namun, pada akhirnya keputusan mereka bulat, tetap ingin keluar.
Agung Janumat Rifai, mantan Menteri Kajian Strategis, menyoroti masalah internal organisasi sebagai penyebab utama pengunduran dirinya termasuk moralitas, integritas dan independensi.
“Ada ketidaksesuaian antara bagaimana prinsip saya dengan beberapa teman-teman di BEM UBT,” tegas Agung. Ia menambahkan, “Ini bukan persoalan tentang persentase, personal, konflik kecil, tapi ini berkaitan dengan moralitas, integritas dan independensi.”
Di sisi lain, Bintang Al-Qadr, mantan staff kementrian pengembangan inovasi mahasiswa, mengeluhkan kurangnya komunikasi efektif dan keaktifan anggota dalam menjalankan kegiatan BEM.
"Tantangannya ialah keaktifan anggota sebelum dan pada saat kegiatan. Lalu mekanisme yang sudah seharusnya bisa diperbaiki, ketika evaluasi hanya diiyakan namun tak ada perubahan yang terjadi," ujarnya.
Sementara itu Randika Putra, mantan staff Biro Manajemen Kabinet, juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap intervensi yang berlebihan dari Ketua Biro Manajemen Kabinet. Itu menjadi alasan utama dirinya memutuskan untuk keluar.
“Saya memutuskan mengundurkan diri karena ketua biro manajemen kabinet sudah keterlaluan dalam mengintervensi pengurus,” tegas Randika.
Pengunduran diri ini tentu saja berdampak signifikan terhadap kinerja dan program-program BEM. Muammar mengakui bahwa beberapa program yang telah direncanakan menjadi terhambat. Karena beberapa orang yang keluar itu memiliki tanggung jawab penuh terhadap program yang sudah dirancang dari awal. Sehingga ada kesulitan dalam pelaksanaan Program tersebut. Muammar juga menjelaskan bahwa akan ada perombakan dan perumusan jajaran kabinet.
Meskipun situasi saat ini cukup mengkhawatirkan, Agung berharap agar BEM UBT dapat segera bangkit dan melakukan perbaikan. Ia menyarankan agar BEM UBT lebih fokus pada solidaritas dan menjaga nama baik organisasi. Terlepas daripada banyaknya background yang ada BEM UBT.
“Tetaplah ketika kita berada dalam satu naungan yang bernama BEM UBT, kita harus fokus dalam menjalankan program kerja yang sudah direncanakan dan jangan sampai keluar daripada arah-arah yang sudah ditetapkan di BEM UBT sendiri.” pesannya.
Kejadian ini menjadi sorotan serius bagi civitas akademika UBT. Pemberhentian dan pengunduran diri pengurus ini mengindikasikan adanya masalah mendasar dalam tata kelola organisasi BEM yang perlu segera dibenahi. Kepercayaan publik terhadap BEM sebagai representasi suara mahasiswa pun turut terkikis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar