Persma - Pesta demokrasi Universitas Borneo Tarakan sedang terselenggara. Pihak Badan Perwakilan Mahasiswa Universitas Borneo Tarakan (BPM UBT) pun memfasilitasi pembentukan Panitia Pengawas Pemilu (PANWASLU) dan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa Universitas Borneo Tarakan (KPUM UBT) yang beranggotakan dari lembaga ORMAWA yang telah diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Borneo Tarakan (AD/ART KBM UBT). Namun terdapat lembaga yang menarik diri dari kepanitiaan KPUM UBT, BPM FKIP UBT Menarik delegasinya karena mempertimbangkan beberapa hal.
BPM, BEM dan Himpunan Jurusan dilingkup FKIP UBT telah mengeluarkan Press Release pada postingan Instagram BPM dan BEM FKIP UBT terkait alasan menarik diri dari KPUM UBT, adapun hal yang menjadi alasannya ialah pihak birokrasi kampus bertindak terlalu jauh mencampuri PEMIRA dan pelanggaran terhadap POK dan AD/ART KBM UBT.
Pengeluaran Surat Diskresi yang menjadi landasan berjalannya PEMIRA kali ini dirasa melanggar poin-poin pada POK dan AD/ART KBM UBT, Naufal Hanifiansyah selaku ketua BEM FKIP UBT melihat hal tersebut sebagai sebuah hal yang kacau, ia menerangkan "kalau digambarkan dalam satu kata, baik BPM, KPUM, maupun PEMIRA itu sendiri, saya rasa kata yang paling cocok untuk menggambarkannya adalah kacau".
Pihak BPM UBT Menerangkan sudah melaksanakan mediasi pada pihak KPUM UBT terkait poin-poin tersebut. Anggi Bekti selaku ketua komisi 2 BPM UBT "Diskresi terbit bukan hanya dari BPM sendiri yang langsung mengusulkan pada pihak kampus, namun kami meminta pihak KPUM mendiskusikan hal tersebut. Kami hanya mengusulkan angkatan 2019 memiliki kewenangan dengan dasar keterlambatan PEMIRA tidak sepenuhnya kesalahan dari BPM, melainkan jika berbicara terkait menabrak regulasi, sedari awal sudah menabrak regulasi saat pembentukan KPUM yang seharusnya 15 hari setelah sidang umum". ia juga menambahkan bahwa faktor utama keterlambatan PEMIRA ialah adanya tumpang tindih regulasi POK dengan AD/ART ORMAWA, yang dimana seharusnya POK hanya mengatur perihal kordinasi ORMAWA dengan pihak kampus bukan mengatur secara keseluruhan termasuk teknis mahasiswa menjalankan ORMAWA.
Anggi merasa pihak KPUM UBT sudah menjadi representasi dari teman-teman BPM Fakultas, sehingga yang diputuskan KPUM bahwa sepakat meminta kebijakan dari pihak kampus bahwa semester 6 masih memiliki kewenangan untuk memcalonkan diri. Pihak BPM meneruskan hal tersebut kepada pihak kampus. ia juga menerangkan BPM menjalankan fungsi koordinasi dan melibatkan teman-teman ORMAWA.
Ijas selaku ketua KPUM menjelaskan bahwa sebelumnya sudah ada komunikasi antara pihak BPM UBT dan KPUM UBT. "Terkait permasalahan yang sekarang, yang seharusnya angkatan 2019 yang mengisi, namun melanggar regulasi karena sudah memasuki semester 6. Kami melakukan komunikasi ke BPM, mereka menjawab tetap mau untuk angkatan 2019 yang menjabat. Seperti wawancara ketua BPM dan Pers yang membahas terkait PEMIRA, bahwasanya permasalahan ini akan diselesaikan dan angkatan 2019 akan tetap diusahakan untuk naik sebagai ketua BEM"
Ijas juga telah memberitahu pihak BPM UBT bahwa lembaga FKIP akan menarik delegasinya apabila PEMIRA tetap dilanjutkan tanpa musyawarah luar biasa. Pihak BPM UBT menjawab "musyawarah luar biasa membutuhkan waktu lama, jadi sidang istimewa tidak dilaksanakan dari BPM UBT sendiri."
"Tidak terlaksananya sidang istimewa, karena pada POK juga diatur untuk pelaksanaan kegiatan dibutuhkan legalitas administrasi berupa SK, sedangkan saat itu kita belum memiliki SK." Keterangan Anggi.
Pihak BPM mengatakan bahwa mediasi kepada KPUM ialah sepakat, namun ketua KPUM sudah memberitahu BPM UBT bahwa FKIP akan menarik delegasinya jika pemira tetap terlaksana tanpa musyawarah luar biasa. Adanya sedikit perbedaan antara statement Anggi dan Ijas, Naufal menanggapi "Tindakan BPM hanya ada 2 kemungkinan. Pertama, anti terhadap kritik. Yg mana kita tahu bahwa seyogyanya BPM menjadi wadah penampung aspirasi. Kedua, ada kepentingan golongan yang didahulukan".
Adapun tanggapan dari Djaya Bhakrie selaku WR 3 UBT terkait hal ini, "kita semua tahu bahwa BPM Universitas Borneo Tarakan merupakan lembaga yang diisi oleh delegasi dari tiap-tiap fakultas Universitas Borneo Tarakan, jadi usulan terkait pengeluaran Surat Diskresi dinilai disetujui oleh semua lembaga yang ada di UBT, di wakili oleh tiap-tiap delegasinya". Terkait delegasi KPUM dari FKIP yang menarik diri beliau beranggapan bahwa delegasi BPM UBT dari FKIP dan delegasi KPUM dari FKIP tidak saling berkordinasi dengan baik.
AA/AR/AW
PERS MAHASISWA
LENSA BORNEO
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN